Tulisan ini lanjutan yang udah gue posting tanggal 24 Januari lalu. Jadi tanggal 25 Januari kemarin, gue jalan-jalan sama beberapa temen kampus. Iya hitung-hitung refreshing habis UAS, mumpung mereka belum pada balik ke kampung halamannya masing-masing. Dari salah satu mereka, temen-temen gue ini, ialah dia yang sempat masuk ke dalam pikiran gue. Bahkan setelah gue menulis postingan sebelumnya, gue udah merencanakan untuk bicara jujur ke perempuan ini. Nah kebetulan dia ikut.
Gue tidak mempermasalahkan apakah dia mau menerima atau tidak. Biar ini menjadi urusan kami masing-masing, setidaknya gue mau jujur dan biar nggak ada lagi yang dipendam di waktu yang akan datang. Gue harap hari itu sesuai dengan ekspetasi, karena emang rencana awalnya gue boncengin dia.
Kadang firasat emang bener. Gue udah ngerasa ngga nyaman sebelum jalan, dan iya itu kenyataan. Perempuan ini boncengan sama temen gue yang laki-laki (silahkan cek postingan sebelumnya). Gue bener-bener merasakan emosi yang sulit banget gue tahan, cemburu, gue cuma bisa melampiaskan dengan menggeber-geber motor. Sesekali gue ngeliat dari kaca spion, mereka lagi ngobrol, senyum-senyum, ketawa, gue ngeliat itu dibalik kaca helm yang sengaja gue tutup, yang seharusnya pada saat itu, gue jujur buat ngomong sama perempuan ini. Tapi itu nihil, tidak tersampaikan.
Gue ngga tau gimana sebenernya, yang gue denger dia juga suka sama perempuan ini. Gue mencoba cerita kejadian hari itu lewat foto yang gue unggah di second account Instagram, sambil nunggu hujan dan mereka disamping gue, duduk. Ada yang komentar, seperti ini :
"Katakan atau kau menyesal. Ragu karena kamu anggap dengan ungkapan berharap di terima, padahal esensi dari mengungkapkan biar ngga ada yang dipendam di masa mendatang."
Jujur, gue pengen ngomong hari itu juga. Gue takut merusak suasana, ngilangin mood orang. Begitu sampai, gue nyari tempat dan teriak sekerasnya. Setidaknya, itu bisa membuat lega. Begitu pulang, gue boncengan sama temen yang asal Jepara ( yang ngajak gue nonton Mata Najwa di postingan sebelumnya gue jelasin).
Di perjalanan pulang gue, masih ada rasa yang belum sempat tersampaikan. Perasaan gue ngga enak banget, dan karena keteledoran gue, kami pun kecelakaan tunggal. Jujur, ini gue bodoh banget. Bagian kaki kejepit knalpot, spion gue hancur. Gue bener-bener trauma, khawatir saat itu, gue cemas, takut ada apa-apa. Dia berusaha menguatkan gue, kalo semuanya baik-baik aja, dia pun begitu. Gue nanya berulang-ulang, buat memastikan everything it's okay.
Padahal dia udah ingetin gue sebelumnya, hati-hati ya. Di perjalanan menuju Semarang, gue membuka obrolan untuk menceritakan apa yang gue tulis ini, langsung ke dia. Awalnya sulit buat ngomong, tapi saat itu gue emang perlu ngomong. Dia mengiyakan, dan mau mendengarkan. Gue pun percaya, dan gue cerita.
Dia ngasih saran ke gue gimana sebaiknya yang harus gue lakukan. Sepanjang jalan, gue cukup 'plong' udah cerita, udah ngomong meskipun bukan sama orang yang seharusnya. Terimakasih untuk dia, yang sudah mendengarkan saat itu. Sekali lagi, gue minta maaf atas kejadian tidak mengenakan saat itu.
Mungkin sampai tulisan ini di publish, 26 Januari 2020 perempuan itu tidak pernah tahu, kalau gue pernah punya perasaan.
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih udah menyempatkan waktu untuk membaca . Jangan lupa untuk meninggalkan komentar yang sopan santun . Untuk menghindari komentar SPAM yang masuk , komentar kalian akan gue seleksi terlebih dahulu kemudian gue publikasikan .
Salam , Arjuna Rafi (coganarab_ )