Hai what's up my friends, welcome to my blog ....
UAS gue baru aja selesai, ini UAS pertama gue sebagai maba di Universitas Dian Nuswantoro. Setelah menjalani ospek, ketemu temen baru, sampe akhirnya gue mengalami patah hati terhebat di awal tahun 2020. Oh iya, buat cerita ospek, entar gue cerita di postingan yang berbeda. Sorry banget, banyak tulisan yang belum gue upload.
Sebelumnya gue udah melewati masa-masa UTS, dan gue cukup puas dengan hasilnya (meskipun ngga bagus-bagus amat). Beberapa waktu lalu, di bulan Januari ini gue mengerjakan UAS pertama. Deg-degan sih enggak, cuma dari hal inilah gue merasa bener-bener jadi mahasiswa. hehehe. Selama kurang lebih dua minggu, gue melaksanakan UAS,cukup mateng, optimis cukup, dan gue udah mempersiapkan semuanya.
Setelah UAS selesai, gue cukup deg-degan dengan hasilnya. Kalo dibilang khawatir sih enggak terlalu, soalnya selama menjalani masa kuliah semester 1 gue cukup aktif di kelas. Bebebrapa mata kuliah gue bisa dikatakan lebih dari cukup dapet point-point buat nambah nilai. Itung-itung investasi nilai kan, dan belum pernah buat kesalahan fatal. Itu aja. Sebelum masuk kuliah, awalnya gue udah punya target IPK 3,5. Pokoknya ini udah patokan paling rendah, syukur-syukur bisa tercapai, lebih bersyukur bisa mencapai lebih dari target. Akhirnya gue cek daftar nilai UAS lewat website kampus, dan yash! target gue buat dapetin IPK 3,5 berhasil, bahkan lebih dari target.
- SEBERAPA PENTING SIH IPK?
Oke, gue yakin perspektif orang bakal beda. Di era sekarang ada sebagian orang yang bilang, IPK zaman sekarang mah nggak terlalu penting. Pokoknya harus ngasah softskill, itu paling penting. Kalo dari perspektif atau kacamata gue, adalah setuju dan tidak. Gue setuju, karena iya bener,bahwa softskill harus dikuasai oleh mahasiswa, tapi gue tidak setuju karena alasan ini tidak bisa menjadi takaran bahwa IPK tidak penting. IPK itu diukur dari pemahaman kita terhadap mata kuliah.
Kalo cuma mau mengasah softskill, kenapa nggak ikutan workshop, magang, atau pelatihan ? bukannya kuliah untuk menyeimbangkan antara softskill dengan pengetahuan umum?
- IPK DAN SOFTSKILL HARUS SEIMBANG
Awal masuk kuliah, gue udah punya komitmen buat menyeimbangkan keduanya, antara IPK dan softskill. Gimana caranya ? untuk mendapatkan IPK yang sesuai dengan apa yang gue targetkan, gue punya porsi tersendiri. Contohnya aktif di kelas, kalau presentasi gue ngambil bagian yang penting kayak pemateri atau moderator, ngumpul tugas bukan cuma tepat waktu, tapi kalian harus punya cara gimana tugas yang udah dibuat, bisa menarik perhatian dosen, dan yang paling gue junjung tinggi adalah sikap.
Gue selalu bilang sama temen-temen, tolong bisa bedain antara gue yang ada di kelas dan organisasi dimana gue menempatkan diri sebagai mahasiswa dan gue sebagai teman diluar ruang kelas. Gue selalu berusaha untuk bisa bedain situasi dan posisi.
Kenapa gue mengatakan hal ini? mungkin kalo gue lagi diluar kelas, nongkrong, gue orang yang seperti pada umumnya, ngerokok, sesekali ngomong gue ngawur, toxic, dan lain-lain. Tapi itu gue yang ada diluar kelas, ditongkrongan. Ketika berada di ruang kelas, organisasi yang dimana gue punya status sebagai 'mahasiswa', gue cenderung lebih kritis, aktif, dan formal. Bahkan banyak temen gue yang kaget antara gue yang ada ditongkrongan dengan yang ada di kampus atau organisasi.
Ini buat gue yang penting. Disini gue melatih softskill gue. Kalau IPK dinilai berdasarkan pemahaman materi yang dipelajarin di kelas (teori), justru softskill dinilai berdasarkan sikap, leadership (kepemimpinan), public speaking, problem solving, time management, kemampuan beradaptasi, disiplin waktu dan yang kayak begini, nggak bisa ditakar lewat angka, kayak IPK.
- DARI KACAMATA ORANG TUA
Gue adalah generasi Z yang lahir di era 2000-an, dan remaja sepantaran gue rata-rata orang tua mereka lahir pada range sekitar 1950 - 1975. Di era orang tua gue dan mereka temen-temen gue ini, jelas nggak sama seperti sekarang. Masih banyak orang tua yang mengukur tingkat keberhasilan anaknya lewat nilai atau IPK. Ini juga menjadi alasan gue kenapa IPK itu penting.
Softskill yang kita punya dampaknya atau hasilnya ke diri kita sendiri, dan itu nggak bisa semuanya diperlihatkan ke orang tua, karena dari perspektif dan penilaiannya aja udah beda. Tapi kalau IPK, bukan cuma punya kebanggan sendiri dapet IPK tinggi, tapi orang tua bakal lebih bangga karena anaknya dirasa 'mampu'.
Karena masih banyak BANGET orang tua yang seneng banding-bandingin IPK anaknya. Padahal dari segi kita berfikir (yang muda) hal-hal begini, nggak hanya diukur dari IPK tapi softskill. Tapi sangat jarang, ada orang tua yang berfikir rasional kayak gini.
PEKERJAAN DAN BEASISWA
Gue masih sering banget ya nemuin beberapa lowongan pekerjaan yang punya batas minimal IPK tertentu. Yang sering gue temuin, rata-rata minimal IPK 3,0. Nggak hanya itu, beberapa beasiswa juga banyak yang punya batas minimal IPK buat bisa apply. Makanya balik kepada tulisan gue diatas, kenapa IPK dan softskill harus seimbang, juga karena hal ini. Bukannya lebih bagus kalau IPK tinggi dibarengin dengan sofskill yang mumpuni ?
STOP MENCARI PEMBELAAN KALAU IPK TIDAK PENTING. SEMUA ITU HARUS SEIMBANG (IPK DAN SOFTSKILL). JANGAN MENUTUPI KEGAGALAN,BIAR BISA DIBILANG BIJAK SAMA ORANG LAIN.
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih udah menyempatkan waktu untuk membaca . Jangan lupa untuk meninggalkan komentar yang sopan santun . Untuk menghindari komentar SPAM yang masuk , komentar kalian akan gue seleksi terlebih dahulu kemudian gue publikasikan .
Salam , Arjuna Rafi (coganarab_ )